Gunung Merapi Meletus - Hujan abu vulkanik dan pasir dari gunung Merapi juga melanda Magelang Jawa Tengah, Selasa (26/10) pukul 17.00 WIB. Tepatnya warga di daerah Kelurahan Kalinegoro, Mertoyudan, Magelang, Jawa Tengah yang berjarak puluhan kilometer dari puncak Merapi tapi tetap terkena hujan abu dan pasir saat Merapi meletus.
Mbah Marijan Meninggal - Warga di Jalan alak IV/102 Perumnas Kalinegoro Mertoyudan Magelang, Tuti Hendrawati SPd menjelaskan, hujan abu dan pasir membuat langit sangat gelap. Saat gemuruh letusan Merapi terjadi, hujan pasir dan beberapa material dari gunung berguguran di atas atap rumah warga. Sehingga membuat sebagian warga panik dan histeris. Hal ini mengingatkan trauma warga pada letusan Merapi pada tahun 1998 silam.
"Suara letusannya membuat merinding. Meski jarak rumah kami sangat jauh sekitar 35 kilometer dari Merapi. Saya melihat sebagian warga ada yang histeris dan menangis. Sebab suasana ini mengingatkan kami pada letusan sebelumnya, yakni tahun 1998 lalu," ujar Tuti Hendrawati SPd saat dihubungi melalui telepon.
Ia menjelaskan lebih dari tiga jam abu vulkanik berguguran di atas atap rumah warga. Saat dilakukan pengukuran, ketebalan abu vulkanik sekitar 1,5 centimeter. Begitu juga dengan materi gunung yang lainnya seperti pasir dan batu kerikil juga dijumpai oleh warga di jalan-jalan umum. Sedangkan pada saat letusan abu vulkanik dan pasir, hujan air tidak terjadi. Akibatnya pada saat kendaraan melintas debunya berterbangan.
"Pas meletus tadi tidak hujan air di sini, biasanya kalau Merapi meletus setelah hujan abu dan pasir ada hujan air. Begitu juga dengan material pasir dan batu kerikil sempat kami jumpai di jalan-jalan. Tapi memang ngeri saat letusan terjadi, langit gelap gulita, kabut dan seperti kiamat," ujar warga lainnya, Agung Muhammad Yusuf Wibowo.
Ia juga menambahkan bahwa suara dentuman dan getaran guguran gunung masih terdengar, namun tidak begitu keras seperti letusan pertama. Saat ini warga masih menutup rumah masing-masing untuk menghindari debu agar tidak masuk ke dalam rumah. Sebagai antisipasinya, warga menyiramkan air ke halaman rumah masing-masing supaya tidak menimbulkan penyakit.
Agung menjelaskan, karena masih terjadi kabut, maka warga enggan keluar rumah. Mereka lebih banyak berdiam diri di rumah dan menyaksikan perkembangan Merapi melalui televisi dan radio. Begitu juga dengan rumah makan atau toko yang biasa buka hingga malam hari, setelah letusan hebat mereka langsung tutup total.
"Rumah makan dan toko langsung tutup total, sebab suasana sudah gelap. Dengan penerangan listrik pun suasana mencekam. Kebanyakan warga pilih berdiam diri, dzikir dan berdoa untuk mencari ketenangan dan keselamatan," tutup Agung Muhammad Yusup Wibowo
