Sungai Bawah Laut - Menindaklanjuti aksi unjuk rasa yang digelar Rabu, 10 Maret 2010 pukul 11.00 WIB kemarin, BIRU Voice melalui wakil mereka Makarius dan Marcel menegaskan bahwa apabila dalam minggu ini belum juga diperoleh penjelasan yang terbuka, maka minggu depan BIRU Voice akan kembali melakukan unjuk rasa di Kedutaan Australia, hingga apa yang diserukan oleh BIRU Voice mendapat tanggapan yang memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat NTT yang terkena dampak langsung, serta perbaikan terhadap lingkungan dan ekosistem di wilayah yang terkena dampak pencemaran.
Video Sungai Bawah Laut - BIRU Voice adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (NGO) yang menaruh kepedulian terhadap lingkungan hidup dan perubahan iklim (www.biruvoice.com). Memang hari Rabu, 10 Maret 2010 pukul 11.00 WIB kemarin, BIRU Voice melakukan unjuk rasa ke Kedutaan Australia di Indonesia untuk menyampaikan Seruan BIRU Voice terkait pencemaran lingkungan yang terjadi akibat meledaknya ladang minyak Montara di Celah Timor, Australia, pada tanggal 21 Agustus 2009.
(http://lautkita.blogspot.com/2010/01/tumpahan-minyak-montaracemari-laut.html).
Menurut Suryo Susilo, Ketua BIRU Voice, Ladang minyak Montara yang meledak tersebut, letaknya dekat dengan gugusan Pulau Pasir (ashmore reef) yang menjadi pusat pencarian ikan dan biota laut lainnya oleh nelayan tradisional Indonesia. Ladang minyak Montara dikelola oleh PTTEP Australasia, perusahaan minyak asal Thailand.
Muntahan ratusan ribu liter minyak mentah perhari yang menjadi akibat meledaknya ladang minyak Montara tersebut telah mencemari perairan Laut Timor dan lingkungan di sekitarnya, serta mengancam seluruh habitat yang berada di kawasan tersebut.
Faisal Saleh, Wakil Ketua BIRU Voice menambahkan, yang lebih memprihatinkan adalah adanya informasi bahwa akibat dari meledaknya ladang minyak Montara juga mengakibatkan luapan lumpur panas, yang fenomenanya mirip dengan kebocoran gas Lapindo, yaitu terjadi luapan lumpur panas (mud vulcano).
Menurut Makarius Wangge dan Marcel, aktivis dari NTT, dampak pencemaran tersebut telah dirasakan akibatnya oleh para nelayan dan petani rumput laut di Timor Barat, yaitu di perairan Rote Ndao dan Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, Indonesia.
Sehubungan dengan itu, BIRU Voice menyampaikan SERUAN yang dialamatkan kepada Pemerintah Australia di Canberra, melalui Kedutaan Besar Australia di Jakarta, yang isinya sebagai berikut:
1. Agar pemerintah Australia lebih serius dalam penanganan dampak perusakan lingkungan di celah Timor akibat kebocoran ladang minyak Montara, yang merusak biota laut hingga ke wilayah Indonesia.
2. Agar pemerintah Australia lebih manusiawi dalam menangani para nelayan NTT yang akibat pencemaran terpaksa melaut dan memasuki wilayah Australia.
3. Agar PTPEP Australasia memberikan ganti rugi yang sepadan kepada nelayan dan petani rumput laut yang terkena dampak langsung akibat pencemaran di perairan Timor, serta melakukan perbaikan lingkungan yang terkena dampak pencemaran akibat kebocoran ladang minyak Montara.
Suryo Susilo menegaskan bahwa BIRU Voice meminta agar ada penjelasan yang terbuka dari Pemerintah Australia terhadap progres dari penanganan yang telah dilakukan terhadap dampak dari pencemaran lingkungan, yang telah merusak ekosistem di Celah Timor hingga ke wilayah perairan Indonesia. Hal ini diperlukan agar tidak terdapat kesimpang siuran informasi, termasuk informasi bahwa para nelayan dan petani rumput laut yang terkena dampak pencemaran belum mendapatkan ganti rugi yang memadai.
Faisal Saleh mengharapkan agar dalam agenda kunjungan presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Canberra juga membicarakan masalah yang mencemari lingkungan dan merugikan rakyat Indonesia, akibat dari meledaknya ladang minyak Montara di Celah Timor, Australia.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar